Wednesday, April 26, 2006

Chernobyl 20 tahun kemudian

Wilayah yang terkontaminasi radioaktifHari ini adalah peringatan kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl (Chornobyl dalam bahasa Ukraina) di Ukraina. Kecelakaan yang menyebabkan kontaminasi radioaktif di Rusia, Ukraina dan Belarusia ini efeknya masih dirasakan sampai saat ini, bahkan pada mereka yang pada saat kejadian belum lahir.

Hampir setahun yang lalu saya bertemu dengan rombongan anak² dari kawasan yang terkontaminasi di Belarusia, negeri yang wilayahnya paling banyak terkena imbas debu radioaktif. Bocah² Belarusia yang sepintas setelah liburan dua minggu di Belanda tampak seperti bocah Belanda lainnya ini banyak mengalami masalah kesehatan, sehingga liburan ke wilayah tanpa radiasi merupakan udara segar yang dapat menaikkan daya tahan mereka. Tidak hanya anak², kebanyakan warga daerah yang terkontaminasi mengalami masalah kesehatan, diantaranya masalah tiroid, kelenjar gondok, yang dapat berupa kanker.

Menurut kabar, pemerintahan Lukashenko sejak tahun lalu sudah mengijinkan pertanian di wilayah yang terkontaminasi. Entah untuk konsumsi siapa, karena saya tidak yakin orang dari luar Belarusia mau mengimport produk dari wilayah itu yang tentunya mengandung bahan radioaktif. Bahkan di dalam negeri mereka sendiri orang yang mampu akan lebih memilih produk impor daripada dari wilayah yang terkontaminasi.

Sembari mengenang kecelakaan ini, saya berpikir tentang sumber energi dunia. Cadangan minyak bumi semakin menipis, begitu juga dengan batu bara. Belum lagi polusi yang diakibatkan keduanya. Tenaga air, angin dan matahari seringkali masih terlalu mahal untuk hasil yang sedikit. Mungkin tenaga nuklir adalah jalan keluarnya, bersih, hasilnya banyak dan tidak terlalu mahal. Hanya saja butuh kehati-hatian yang amat sangat. Apalagi bila pilihan ini diambil oleh Indonesia yang berada di atas Ring of fire yang artinya resiko keamanannya pun bertambah.

ps: Ngomong², apa saya juga harus test radioaktif ya? Soalnya saya sempat mengkonsumsi makanan dari Belarus. Hmm..

Friday, April 14, 2006

Saya versus Anak STM

Kejadian ini sudah lama sekali, jaman saya masih pakai seragam putih biru. Tapi ini contoh ngga enaknya jadi perempuan di Indonesia yang dianggap sebagai obyek.

Suatu sore, sepulang dari sekolah, saya berdua teman saya, yg juga perempuan, sedang berdiri di halte bis di depan BPPT, jalan Thamrin, Jakarta. Hari mulai gelap, tapi bis kami belum lewat juga. Dari arah Sarinah kami lihat ada segerombolan anak STM berjalan ke arah kami dengan gaya mau tawuran yang sangar lengkap dengan linggis, rantai besi dan entah benda apa lagi.

Semakin gerombolan itu mendekat, kami berdua merapat, berharap cemas agar bis segera datang sebelum gerombolan STM itu semakin dekat. Di sekitar kami masih banyak orang kantoran, kebanyakan bapak², yang juga sedang bernasib sama, menunggu bis yang seperti lagu Koes plus: tak datang datang!

Tiba², salah satu anak STM itu menjamah pipi teman saya sembari lewat. Duh, marah sekali saya melihatnya! Ketika saya mau bergerak, teman saya menahan. Katanya biar saja, jangan cari gara² dengan anak STM. Akhirnya saya diam sambil geram.

Saat saya menahan marah itu, ada seorang anak STM yang dengan santainya memegang pipi saya sembari lewat juga! GILA! Saya sudah tidak perduli. Cowo itu kurang ajar dan perlu diberi pelajaran!

Saya uber dia. Saya gebuk punggungnya. Dia berbalik, memegang tangan saya yang mau menggebuknya sekali lagi. Dia mau memukul saya balik. Saya pelototi dia dengan tatapan yang kata ibu saya mengerikan dilihatnya. Temannya teriak, 'Cewe tuh, jangan di pukul!'. Dia marah, 'Ni cewe gebuk gue duluan!'. Ya ampun, dia lupa awalnya siapa yang cari perkara. Bapak² yang sesama penunggu bis tidak ada yang bersuara hanya menonton saja. Entah mengapa, tidak ada nyalinya mungkin, atau realistis tidak mau melawan anak STM yang sekampung itu.

Sembari tangan saya masih dipegang karena saya masih usaha mukul, saya ngoceh, 'Coba ya jangan kurang ajar pegang² cewe seenak jidat. Pikir kalau itu kejadiannya sama ibu atau saudara kamu yg cewe. Mau ngga?' Kemudian saya balik berdiri di sebelah teman saya menunggu bis lagi. 'Gile, ni cewe sangar', itu komentar yang saya dengar di belakang saya.

Rupanya kalau perempuan membela dirinya tuh sangar.

Thursday, April 13, 2006

Trauma di Pasar Serang

Kemarinnya, saya baru buka kartu per telefon ke ayah saya. Awalnya ayah saya bercerita pengalamannya nyasar ke acara kawinan saudara di daerah Banten sana. Akhirnya saya bercerita mengapa saya enggan ikut ke Banten bila ada acara (nyekar maupun sekedar kunjungan). Trauma.

Dulu, jaman saya masih awal SMP, kami beramai-ramai pergi nyekar sebelum bulan puasa. Salah satunya ke kuburan keluarga di daerah Banten. Setelah nyekar kami mampir di pasar Serang. Tadinya saya anteng nunggu di mobil, karena terus terang saja, saya males pergi ke pasar yang hampir selalu becek. Lama², karena yang lain tidak balik², akhirnya saya turun juga menyusul sepupu yang sedang ada di toko di seberang pelataran parkir. Sampai sini semuanya masih normal² saja.

Ketika saya sedang berdiri di emperan toko sambil memperhatikan orang yang sedang lalu lalang, tiba² saya terkejut ada tangan merogoh selangkangan saya dari belakang! Kontan saya menjerit. Ya ampun, mimpi apa saya semalam! Bersamaan sepupu saya keluar dari toko, lewatlah si empunya tangan dengan lenggang santainya di depan saya (saat itu saya tidak tau kalau dia yang berbuat). Sembari syok, saya cerita ke sepupu saya bahwa ada yg melakukan tindakan pelecehan seksual, tapi saya tidak tau siapa karena dari belakang. Sepupu saya langsung panas dan bertanya orang² sekitar apakah ada yang melihat kejadian itu. Mau tau apa tanggapan orang sekitar? Ada seorang bapak yang dengan santainya sambil nyengir bilang, 'Oh, itu si X yang barusan lewat, dia sih emang orang gila yang suka ngerogoh cewe yang pakai celana panjang.'

Apa saya diperingatkan ketika si gila mendekati ke arah saya? Tidak.

Kebayangkan bagaimana rasanya saya saat itu? Malu, marah, nyolot, bingung, kaget, semua campur jadi satu. Seandainya cerita si bapak itu betul, pelakunya sakit jiwa, mau gimana coba? Namanya juga sakit. Tapi saya ngga bisa lupa gaya si bapak tersebut. Caranya bicara seakan-akan yang baru saya alami adalah hal yang biasa, sebiasa bila kita bertanya tukang bakso sudah lewat atau belum dan ternyata baru lewat, dan bukan pelecehan seksual!

Sejak saat itu, bila saya dipaksa ikut nyekar dan kemudian mampir di pasar Serang, saya memilih kepanasan di mobil!

Sunday, April 09, 2006

Mac XP: two religions are better than one

Apple has decided to offer users of its latest Intel-inside-model the ability to run Microsoft Windows OS as well as MacOs X. Using a free download called BootCamp, one can switch between these two.

Now, it is a great move of Apple. It makes transition from PC to Apple easier for some which can be translated more market share in the long run. Investors are loving it, the share of Apple jumped almost 10% the day after the announcement. However, I wonder the long term implication of it. Would it mean software developers have less motivation for producing programs that run with the MacOs?

In a way I can't see why one wants to run Windows (with all its problems) on Mac. Well.. ok, I can. Some programs or games are only available on Windows or firstly release only for Windows. But the truth is, I'd rather see MacOs running on PC! Why o why they didn't come up with that!? It would be neat. PC without all the hassel. Imagine that.