Sunday, August 14, 2005

Narkoba di Belanda

kanabis


Belanda cukup terkenal dengan drug policy-nya yang lumayan relaks dibanding negara lain. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa bila suatu masalah tidak dapat dihentikan, maka sebaiknya masalah itu dikontrol karena sudah jelas tidak mungkin menghentikannya. Selain itu di negara yang menjunjung tinggi kebebasan individu ini, penggunaan narkoba dianggap sebagai pilihan pribadi selama tidak merugikan orang lain. Jadi sah² saja bila ingin merusak diri sendiri, tapi tetap harus bertanggung jawab atas konsekuensi tindakannya.

Dalam peraturan narkoba yang berlaku sejak tahun 1976 ini, pemakaian narkoba dianggap sebagai masalah kesehatan - bukan kriminal, dan dilakukan pemisahan antara hard drugs (heroin, kokain, XTC, LSD) dan soft drugs (hashish dan mariyuana) yang didasari oleh perbedaan tingkat ketagihannya (psikologis vs. fisik). Pemisahan ini dilakukan untuk mencegah mereka yang ingin mengkonsumsi soft drugs untuk terlibat hard drugs yang ilegal, sehingga kriminalitas diharapkan menurun.

Bila hard drugs itu ilegal, maka softdrugs ditolerir atau berlaku yang namanya gedoogbeleid. Jadi, pemilikan 30gr soft drugs untuk konsumsi pribadi bukanlah tindak kriminal di negara ini, begitu juga pemilikan 5 pohon kanabis per orang. Tapi penjualan wholesale, eksport-import serta produksi soft drugs tetap merupakan hal yang melanggar hukum.

Untuk mendapatkan ganja amatlah mudah, cukup pergi ke coffeeshop yang bertebaran dimana-mana. Coffeshop ini bukan cafe biasa, tapi tempat dimana orang dapat menjual softdrugs secara legal. Darimana mereka memperoleh dagangannya itu urusan lain lagi. Selama soft drugs dikonsumsi disana dan tidak mengganggu orang, biasanya tidak ada masalah. Tapi bila akibat konsumsi itu kita melakukan pelanggaran hukum, sama seperti bila orang menabrak karena pengaruh alkohol, tentu saja dikenai ganjarannya.

Coffeeshop sendiri harus mengikuti aturan bila masih mau beroperasi. Mereka tidak boleh mengiklankan barang yang dijual, tidak menjual hard drugs, tidak menimbulkan keonaran, tidak menjual ke anak dibawah 18 tahun, serta tidak menjual dalam jumlah yang besar.

Selain coffeshop, ada juga tempat distribusi narkoba, dimana baik hard drugs maupun soft drugs dijual yang dibawah pengawasan polisi setempat seperti di Gereja Pauluskerk di Rotterdam yang menampung pecandu narkoba dimalam hari.

Peraturan Narkoba Belanda yang lain daripada yang lain ini sering kali dijadikan kambing hitam bila berhubungan dengan drug tourism, terutama oleh pemerintah Prancis, Belgia serta Jerman. Fenomena ini biasanya terjadi diakhir minggu, dimana turis dari negara² di sekitar Belanda berkunjung ke Belanda untuk membeli Narkoba. Seringkali mereka mencuri kendaraan di negara asal untuk pergi ke Belanda. Sesampainya di tujuan pun biasanya mereka juga membuat onar.

Sebetulnya, kalau mau jujur, efek peraturan ini tidak membuat semua orang Belanda jadi mengkonsumsi narkoba. Baik jumlah kejahatan yang berkaitan dengan narkoba (pencurian, pembunuhan), maupun jumlah pecandu narkoba jauh lebih sedikit di Belanda dibandingkan di negara yang melarang adanya narkoba. Jumlah penderita HIV yang berhubungan dengan pemakaian narkoba juga lebih sedikit, begitu juga jumlah kematian karena overdosis.

2 comments:

Anonymous said...

posting apik. mengundang diskusi hangat, dengan platform utama [bagi yang kontra]: "memangnya setiap orang bisa diajak dewasa"?

aku pernah akan diusir dari sebuah coffee shop di maastricht karena ngisep sampeorna a mild. pak tua pemilik kedai mengira aku ngisep marjuana. "bukan di sini tempatnya," katanya. anaknya yang tahu kretek segera menengahi dan minta maaf.

triesti said...

Terima kasih.
Memang kalau mau pas lagi ada kerumunan Belanda bubar.. isep rokok kretek!
Kalau weekend dimana2 juga sering kecium baru ganja. Kadang di metro juga ketemu sama yg lagi bakar² drugsnya