Antara pribumi dan non-pribumi
saya rasa kita semua tau bagaimana situasinya di Indonesia, yang masih ada istilah pribumi dan non-pribumi. Sejak dulu saya tidak bisa mengerti istilah ini. Mengapa mereka yang keturunan etnis Cina disebut non-pri, sementara mereka yang keturunan Arab, India, bule, tidak disebut non-pri. Ada yang bilang karena faktor sejarah jaman kolonial dulu, saat penghuni tanah Hindia Belanda dibagi menjadi tiga golongan: bule², orang asing non-bule (termasuk didalamnya Cina, Arab dan India), serta pribumi alias inlander (yang berarti penduduk asli pulau). Kalau alasannya karena penggolongan ini, mengapa hanya keturunan Cina saja yang digolongkan sebagai non-pri?
Sama seperti di Indonesia, di Belanda ada istilah diskriminasi juga yaitu autochtoon, yang berarti penghuni asli suatu negara, dan allochtoon yang artinya pendatang. Pembagian ini dipakai terutama sejak datangnya gastarbeid, pekerja tamu (asing), dari Maroko, Turki sekitar tahun 60-an. Jadi berbeda dengan di Amerika, dimana imigran yang menjadi warganegara Amerika boleh dibilang langsung diterima. Hal ini bisa jadi karena Amerika merupakan negeri imigran, maka orang asing tidak kesulitan untuk diterima. Imigran di Belanda selalu menjadi orang asing. Persis seperti keturunan etnis Cina di Indonesia yang telah hidup turun temurun di tanah air entah berapa puluh, bahkan mungkin ratus tahun lamanya.
Siapa saja yang termasuk allochtoon dijelaskan dalam Undang² peningkatan lapangan kerja bagi pendatang (Wet bevordering evenredige arbeidsdeelname allochtonen). Disebutkan disana bahwa mereka yang lahir di Turki, Maroko, Surinam, Nederlandse Antillen, Aruba, bekas Jugoslavia, atau negara lain di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika atau Asia dengan perkecualian Jepang dan bekas Hindia Belanda beserta anak²nya adalah allochtoon. Perhatikan, undang² itu membuat definisinya berdasar tanah kelahiran, bukan berdasarkan ras. Jadi Belanda yang lahir di Cina misalnya, bisa termasuk allochtoon. (Loop-hole ini kemudian dieksploitasi oleh perusahaan Belanda untuk memenuhi kuota pegawai allochtoon)
Dus, orang Indonesia tidak termasuk Allochtoon, sementara orang dari bekas Jugoslavia yang putih² itu justru allochtoon! Mengapa? Karena kita keturunan orang yang lahir di Hindia Belanda. Apakan artinya kita termasuk autochtoon? Saya rasa tidak juga, sampai kini saya masih belum menemukan orang Indonesia digolongkan sebagai apa menurut hukum.
Tapi biar secara hukum kita tidak termasuk allochtoon, tapi berhubung secara fisik beda, diskriminasi maupun perlakuan rasial bisa kita terima juga. Terlebih belakangan ini rasialisme semakin terasa, terutama sejak dibunuhnya Theo van Gogh oleh seorang allochtoon berpaspor Belanda yang kebetulan muslim.
Akhir² ini mulai timbul gerakan untuk meninggalkan penggunaan istilah rasial ini di Belanda, terutama di Amsterdam Timur. Karena bagaimanapun juga penggunaan istilah ini bertentangan dengan peraturan anti diskriminasi Uni Eropa. Hanya saja masih ada sisi negatifnya, banyak dana subsidi yang khusus diperuntukkan bagi (instansi/organisasi) allochtoon yang jadi tidak bisa diterima bila kita tidak mengkatagorikan diri sebagai (instansi/organisasi) allochtoon.
Kita lihat saja, sampai kapan istilah ini dipertahankan di Belanda, dan sampai kapan iklim rasial yang sekarang ada akan berkurang.
3 comments:
i don't think racialism will disappear anytime soon... it happens everywhere.... so sad, eh?
Yang menarik kan di Belanda diskriminasi itu masuk secara resmi dalam hukum. Padahal sebagai bagian dari Uni Eropa harusnya diskriminasi itu tidak ada.
Menariknya lagi, orang sini ngga tau kalau jaman dulu mereka sedemikian rasisnya di Indonesia. Saya pernah ngobrol ttg ini dgn dosen, saat ujian lisan, sampai2 dari tadinya ujian 20 menit jadi 1.5 jam!
FYI: saat politionele actie antara 46-49 dulu, yg banyak ke Ind. tuh ex-nazi yg ngga mau dipenjara.
Rasial sendiri akan selalu ada, tinggal masalahnya seberapa parah.
siyal baru baca, jadi pengen ngobrol langsung ya... jadi inget komen elu juga...ini memang dimana mana...hiks
Post a Comment