Nilai sebuah doa
Jaman masih sekolah berseragam dulu, saya wajib mengikuti pelajaran agama, yang terus terang saja bukan sesuatu yang saya suka. Saya ingat, diantara day dreaming saya selama mengikuti pelajaran, bagaimana kami diajarkan membuat doa yang baik. Persisnya apa, saya lupa. Tapi kalau tidak salah, harus diawali dengan pujian terhadap Tuhan, mengajukan permohonan, berterima kasih dan penutup yang tentunya pujian juga.
Minggu berikutnya ketika ulangan, saya hanya mampu membuat doa sekian baris, dengan segala yang diminta saya cantumkan: pujian, permohonan, terima kasih serta penutup. Hasilnya saya dapat angka 4. Untung, ketika itu guru agama saya ada dua, yang satunya lebih menekankan ke etik, yang saya suka dan masih sanggup mencapai hasil baik, jadi angka agama saya tidak merah di rapor.
Lucu ya, murid diuji membuat doa, sesuatu yang amat personal.
Saya kemudian tidak pernah memikirkan bagaimana membuat doa yang baik sampai saya membaca kolom Rabbi Gellman yang menurut saya lebih mengena daripada ilmu guru saya tadi. Rabbi Gellman tidak memusingkan apa yang harus ada dalam sebuah doa, tapi inti dari jenis doa itu sendiri yang ia singkat menjadi: Thanks, Gimmie, Oops and Wow! Yang paling menarik dari tulisannya ada dibagian penutup berupa sebuah doa seorang prajurit konfederasi yang dikutip oleh Wayne Dosick dalam bukunya 'When Life Hurts':
I asked God for strength, that I might achieve; I was made weak, that I might learn to humbly obey.
I asked for health, that I might do greater things; I was given infirmity, that I might do better things.
I asked for riches, that I might be happy; I was given poverty, that I might be wise.
I asked for power, that I might have the praise of men; I was given weakness, that I might feel the need for God.
I asked for all things, that I might enjoy life; I was given life, that I might enjoy all things.
I got nothing that I asked for, but everything I had hoped for.
Almost despite myself, my unspoken prayers were answered.
I am, among all, most richly blessed.
Menurut saya doa di atas amat indah. Tapi terbersit pertanyaan, jika guru saya melihatnya, akan diberi nilai berapa doa yang tidak mengikuti pakemnya ini?
2 comments:
aaahh... yaaa... endonesaah... dimana segala sesuatu diseragamkan, didoktrinasi kepada anak2 berseragam sekolah...
gue juga inget banget sama nilai agama gue yang biasa2 aja... karena gue nggak apal2 yang namanya segala jenis doa di Madah Bakti (previous name)
Kalau guru loe baca doa yang diatas... boro2 ngomongin etik... gue rasa dia juga nggak ngerti maksudnya apaan... hihihi!
lucu ya, doa kok dinilai, dan yang menilai bukan pihak yang kita tuju. :)
Post a Comment