Chernobyl 20 tahun kemudian
Hari ini adalah peringatan kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl (Chornobyl dalam bahasa Ukraina) di Ukraina. Kecelakaan yang menyebabkan kontaminasi radioaktif di Rusia, Ukraina dan Belarusia ini efeknya masih dirasakan sampai saat ini, bahkan pada mereka yang pada saat kejadian belum lahir.
Hampir setahun yang lalu saya bertemu dengan rombongan anak² dari kawasan yang terkontaminasi di Belarusia, negeri yang wilayahnya paling banyak terkena imbas debu radioaktif. Bocah² Belarusia yang sepintas setelah liburan dua minggu di Belanda tampak seperti bocah Belanda lainnya ini banyak mengalami masalah kesehatan, sehingga liburan ke wilayah tanpa radiasi merupakan udara segar yang dapat menaikkan daya tahan mereka. Tidak hanya anak², kebanyakan warga daerah yang terkontaminasi mengalami masalah kesehatan, diantaranya masalah tiroid, kelenjar gondok, yang dapat berupa kanker.
Menurut kabar, pemerintahan Lukashenko sejak tahun lalu sudah mengijinkan pertanian di wilayah yang terkontaminasi. Entah untuk konsumsi siapa, karena saya tidak yakin orang dari luar Belarusia mau mengimport produk dari wilayah itu yang tentunya mengandung bahan radioaktif. Bahkan di dalam negeri mereka sendiri orang yang mampu akan lebih memilih produk impor daripada dari wilayah yang terkontaminasi.
Sembari mengenang kecelakaan ini, saya berpikir tentang sumber energi dunia. Cadangan minyak bumi semakin menipis, begitu juga dengan batu bara. Belum lagi polusi yang diakibatkan keduanya. Tenaga air, angin dan matahari seringkali masih terlalu mahal untuk hasil yang sedikit. Mungkin tenaga nuklir adalah jalan keluarnya, bersih, hasilnya banyak dan tidak terlalu mahal. Hanya saja butuh kehati-hatian yang amat sangat. Apalagi bila pilihan ini diambil oleh Indonesia yang berada di atas Ring of fire yang artinya resiko keamanannya pun bertambah.
ps: Ngomong², apa saya juga harus test radioaktif ya? Soalnya saya sempat mengkonsumsi makanan dari Belarus. Hmm..