Dari museum ke museum
Diawali dengan Museum Boijmans van Beuningen di Rotterdam, bulan ini saya mengunjungi beberapa museum yang menarik. Ketika saya ke sana, di museum Boijmans ini sedang ada pameran Alles Dali, Semua Dali. Tiket masuknya lumayan mahal, €12 bila tanpa korting, dari normalnya €7. Untungnya saya punya korting, dan untungnya lagi, masih kebagian hadiah tiket gratis untuk bulan Juli. Begitu masuk ke bagian pameran dilantai dua, yang pertama² menarik perhatian saya justru jendela kaca besar berwarna ungu yang ada ujung ruangan itu. Pemandangan keluar dari jendela itu berupa bagian atas (dan tentunya pucuk) pohon² yang cukup rindang dan sedang tertiup angin. Menurut saya pemandangan itu amat indah, dan out of this world. Pas banget dengan Dali.
Alles Dali menampilkan segala bentuk hasil karya Dali sepanjang hayatnya, mulai dari lukisan, foto, film, baju, telefon, meubel, dan segala rupa pernak pernik lainnya. Jujur aja, sebetulnya saya tidak (terlalu) suka dengan Dali, saya lebih suka Margritte misalnya. Tapi ketika saya melihat film kartunnya yang merupakan kerja sama dengan Disney, Destino, saya jadi mulai suka. Film selama 7 menit ini sempat terhenti pembuatannya karena adanya perbedaan pendapat antara Dali dan Walt Disney, dan baru dilanjutkan kembali oleh Disney beberapa tahun lalu, setelah keduanya meninggal, hingga rampung tahun 2003.
Setelah makan siang berupa tapas di restaurant museum, kami sempat melihat-lihat koleksi permanen museum yang klasik. Sebetulnya museum ini juga mengoleksi benda seni modern, tapi berhubung sudah capai dan yang lain tidak tertarik, jadinya kami memutuskan untuk pulang. Siapa tau bulan Juli nanti tiket gratisnya bisa saya gunakan melihat koleksi modernnya.
Museum kedua yang saya kunjungi adalah Groninger Museum di Groningen. Letaknya persis didepan Centraal Station Kereta. Bangunan post-modern ini hasil karya Alessandro Mendini yang bekerja sama dengan Michele De Lucchi, Philippe Starck dan Coop Himmelb(l)au. Untuk sampai ke museum diatas air ini, kita harus melewati jembatan yg bila ada kapal lewat diangkat. Di bagian bawah jembatan ini seluruhnya dilapisi tegel Delftse Blauw.
Terus terang saja, beberapa bagian museum ini seperti kamar mandi, karena dindingnya banyak sekali ditutupi dengan tegel, mulai tegel mozaik yang indah sampai tegel biasa seperti yg dipasang di tangga menuju ruang Starck. Bila tidak ditutup tegel, maka dindingnya dicat warna-warni. Di lantai bawah, ruangannya didominasi warna yang terang, fuchsia disatu ruangan, kuning terang diruang sebelahnya, kemudian biru muda terang diruang berikutnya. Di lantai atas ruangannya didominasi warna pastel. Yang jelas, keluar dari museum ini, rasanya jadi ingin mengecat rumah!
Saat ini di museum yang terkenal dengan koleksi seni modern dan keramik asianya sedang ada eksibisi karya Hussein Chalayan, seorang perancang mode eksperimental dari Turki. Salah satu karyanya yang paling menarik adalah penggabungan antara mode dan design meubel dalam Afterwords (2000) yang diilhami konflik di Kosovo. Bekleding (sarung penutup) kursi dapat mempunyai fungsi ganda sebagai baju, meja yg juga berfungsi sebagai rok, dan kursi2 yang dilipat menjadi koper. Selain itu sedang ada pameran lukisan² ekspresionisme Jerman, Van Kircher tot Kandinsky.
Terakhir saya mengunjungi Hermitage Museum di Amsterdam. Museum ini merupakan filial dari St. Petersburg, Rusia yang baru buka Februari 2004. Yah, itung-itung penghibur karena uang untuk ke St. Petersburg tidak ada. Sementara ini gedung Amstelhof, yang bekas asrama orang cacat ini, sedang mengalami renovasi, jadi ruangan yg digunakan hanya sedikit. Hanya ada 6 ruangan yang digunakan untuk pameran.
Saat ini ditampilan koleksi Venetia milik Hermitage. Salah satunya ada lukisan karya Cassanova. Bukan, bukan Giacomo Cassanova yang playboy itu, tapi saudaranya, Francesco. Yang menarik bagi saya adalah lukisan perang yang konon merupakan salah satu karya pelukis perang yang paling baik. Di bagian depan lukisan itu tampak kuda yang sedang jatuh. Tapi tidak tau kenapa menurut saya ada yang salah dengan posisi kuda itu, tidak natural, sepertinya antara bagian ekor kuda dan kepalanya terputus. Saya sempat bercanda mungkin ia memang pelukis perang yang terbaik, tapi ia bukan pelukis kuda yang terbaik. Sayangnya saya lupa nama pelukis dan nama karyanya, kalau tidak salah sih itu karya Cassanova.
Selain itu ada lukisan Marieschi yg berjudul Courtyard with a staircase yg menjadi sumber inspirasi bagi Escher.
Dari ketiga museum ini, yang paling saya suka adalah museum Groninger. Bukan hanya koleksinya menarik, bangunannya, tokonya, sekitarnya pun menarik. Hanya saja letaknya jauh di Groningen sana yang bukan jalur turis.
No comments:
Post a Comment