Hari Sabtu lalu ketika saya sedang sibuk membuat kue pisang dan walnut, tiba tiba dari kamar terdengar bunyi telefon.
Kringgg!! Kringgg!!!
+ Halo?
- Halo, ini Bajaj!!!
+ Ah, gilaaaa.. pa kabar, Jaj?
dan dimulailah percakapan ngalor-ngidul Korea-Belanda selama sejam (sembari diselingi telefon teman² saya di Belanda).
Duh, lama juga ngga dengar suara anak ini. Anak? Anak yg sudah punya anak tepatnya. Terakhir kami chatting tuh jaman dia masih di Georgia, USA. Terakhir kami ketemu tuh di Den Haag, pas dia menemani ibunya jualan di Tong-tong. Terakhir kami ketemu tiap hari tuh jaman SMA, ketika sekelas dari kelas 1-3.
Jelas nama asli dia bukan Bajaj. Kalau ngga salah ingat, julukan itu dia dapat ketika kelas 2, karena ada insiden dengan tukang bajaj (yang saya lupa persisnya bagaimana, bisa jadi ada urusan colek mencolek antara dia dan tukang bajaj). Tapi kayaknya julukan itu yg lebih top dari nama pemberian orang tuanya.
Saking topnya julukan itu, setelah kami berpisah benua, sempat ada kejadian konyol ketika ia di Belanda.
Begitu sampai di pondokannya di Den Haag, saya memperoleh telefon dari Bajaj, dan kami janjian untuk ketemu di pondokannya. Tapi entah bagaimana, sesampainya saya di sana, si Bajaj tidak ada. Ini jaman masih belum ada telefon genggam, jadi kebayanglah bagaimana repotnya mencari seorang Bajaj di penjuru Den Haag. Setelah menunggu beberapa lama dan masih tidak muncul juga batang hidungnya, teman saya yg menemani menyuruh saya menitip pesan, tapi apa daya nama yang saya ingat saat itu hanya 'BAJAJ'!! Sumpah, ngga tau bagaimana koq bisa nama aslinya lupa total. Kan tidak mungkin saya meninggalkan pesan: 'untuk Bajaj' di pondokan Bule itu.
Kebingungan, saya telefon teman SMA yang lain dari telefon umum:
+ Ar, inget ngga sama Bajaj? Dia lagi di sini nih
- Oh, inget dong, dimana dia?
+ Nah, itu dia masalahnya, gue janjian sama dia, tapi dia lagi pergi dan gue ngga bisa ninggalin pesen karena lupa nama aslinya. Inget ngga loe nama aslinya sapa?
- Hahahahaha, iya ya.. nama asli tu anak sapa ya?? Koq gue jadi ikutan lupa
mulailah kami tebak2an nama..
+ Hmm kan loe ada buku tahunan kan? cariin dong disitu namanya, gue di jalan nih.
- O iya. bentar gue cari
- Nih, namanya: Diah
+ Ya ampun, iya namanya Diah!! thanks ya
Akhirnya saya bisa meninggalkan pesan untuk bertemu esok harinya di pasar Tongtong.
Rupanya, keesokan harinya urusan nama masih jadi masalah:(
Sesampai di Pasar Malam Tongtong, yang masuknya lumayan mahal itu, saya mencoba memanggil si Bajaj via tempat informasi. Menurut mereka tidak ada yg bernama DIAH, apa lagi BAJAJ! Nah lho!
Bingung kan, bagaimana mencarinya? Mau beli tiket masuk juga males kalau yg dicari taunya sedang ngga ada, rugi. Untung saya ingat ibunya ikutan grup apa, jadi dicarilah orang dari grup itu. Ternyata, disana si Bajaj dikenal sebagai 'mbak DIO', nama panggilan dari ibunya. Setelah ketauan harus memanggil dengan identitas apa, muncullah si Dio alias Diah a.k.a Bajaj sambil cengar cengir...